Jadi Makanan Terenak di Dunia, Pempek Asal Sumsel Miliki Keunikan Cita Rasa Khas Kerajaan Sriwijaya – Pempek, makanan khas dari Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel), kembali mencuri perhatian dunia. Cita rasanya yang gurih, kenyal, dan disajikan dengan kuah cuko khas yang pedas manis asam membuat pempek diakui sebagai salah satu makanan terenak di dunia. Tak hanya sekadar kuliner, pempek menyimpan cerita panjang tentang warisan budaya dan sejarah masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya.
Dikenal sejak ratusan tahun lalu, pempek merupakan hasil akulturasi budaya Tionghoa dan lokal yang kemudian berkembang menjadi makanan rakyat hingga kini. Setiap gigitannya bukan hanya menyuguhkan kenikmatan, tetapi juga menghadirkan kekayaan sejarah dan kearifan lokal yang terpelihara lintas generasi.
Bagaimana pempek bisa menyandang predikat sebagai makanan terenak di dunia? Apa saja keunikan cita rasa yang membedakannya dari makanan lain? Dan bagaimana kaitannya dengan Kerajaan Sriwijaya? Mari kita bahas lebih dalam.
Sejarah dan Asal Usul Pempek: Jejak Warisan Kerajaan Sriwijaya
Pempek bukanlah makanan modern yang baru muncul di era kontemporer. Sejarahnya sudah terentang sejak masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya, kerajaan maritim terbesar di Asia Tenggara pada abad ke-7 hingga ke-13 Masehi, yang berpusat di wilayah Palembang saat ini.
Awal Mula Pempek
Konon, pada masa lampau, masyarakat Palembang sudah mengenal makanan berbahan dasar ikan sungai, terutama ikan belida dan tenggiri, yang melimpah di Sungai Musi. Ikan ini digiling, dicampur dengan sagu dan garam, lalu dibentuk menjadi berbagai jenis pempek. Adonan tersebut kemudian direbus dan digoreng sebelum disajikan bersama kuah cuko berbumbu khas.
Namun, popularitas pempek mulai meningkat pada awal abad ke-20 saat pengaruh kuliner Tionghoa masuk ke wilayah Palembang. Seorang keturunan Tionghoa dikenal sebagai pembuat pertama pempek versi modern, yang kemudian dijajakan keliling menggunakan sepeda. Istilah “pempek” sendiri diyakini berasal dari panggilan “apek”, sebutan untuk lelaki tua Tionghoa, yang menjual makanan ini.
Pengaruh Budaya Sriwijaya
Meski berkembang karena pengaruh luar, pempek tetap memiliki akar yang kuat dalam budaya lokal. Kerajaan Sriwijaya dikenal sebagai kerajaan bahari dan pusat perdagangan rempah yang besar. Rempah-rempah seperti asam, cabai, dan gula merah yang digunakan dalam cuko adalah bagian dari kekayaan bahan makanan yang sudah lama ada di wilayah ini.
Dengan demikian, pempek bukan sekadar camilan, tetapi bagian dari identitas budaya dan sejarah panjang Palembang. Ia menjadi warisan tak benda yang terus hidup dan berkembang di tengah masyarakat modern.
Keunikan Cita Rasa Pempek yang Mendunia
Pempek memiliki cita rasa yang tidak bisa disamakan dengan makanan serupa dari daerah lain. Perpaduan antara adonan ikan-sagu dan kuah cuko yang khas membuatnya unik dan ikonik. Cita rasa ini yang membuat pempek menempati posisi penting dalam daftar kuliner terenak dunia versi berbagai media internasional.
1. Adonan Ikan yang Kenyal dan Gurih
Bahan dasar utama pempek adalah ikan segar, biasanya ikan tenggiri, belida, atau gabus. Ikan digiling halus dan dicampur dengan sagu serta sedikit bumbu. Hasilnya adalah tekstur yang kenyal namun tetap lembut di dalam, berbeda dari bakso atau olahan ikan lainnya.
Tak seperti makanan berbahan sagu lain yang cenderung berat di perut, pempek terasa ringan namun mengenyangkan. Ini karena perbandingan ikan dan sagunya yang proporsional, tidak berlebihan.
2. Cuko: Kuah Khas yang Menggugah Selera
Cuko adalah kuah berwarna cokelat tua yang terbuat dari campuran air, gula merah, asam jawa, bawang putih, garam, dan cabai rawit. Rasanya pedas, manis, dan asam dalam satu tegukan. Inilah yang menjadi kunci kelezatan pempek.
Keunikan cuko bukan hanya dari rasanya, tetapi juga dari fungsinya. Kuah ini membantu menyeimbangkan rasa amis dari ikan dan memberikan sensasi rasa yang kompleks. Banyak orang yang justru ketagihan bukan karena pempeknya saja, melainkan karena cita rasa cuko-nya yang begitu khas.
3. Variasi Bentuk dan Isian
Pempek hadir dalam berbagai bentuk dan jenis. Mulai dari yang sederhana hingga yang kompleks, seperti:
-
Pempek Lenjer: berbentuk lonjong, merupakan jenis paling klasik.
-
Pempek Kapal Selam: berisi telur ayam utuh di dalamnya.
-
Pempek Adaan: berbentuk bulat dan digoreng langsung tanpa direbus.
-
Pempek Kulit: terbuat dari kulit ikan, memiliki rasa lebih gurih dan tekstur renyah.
Setiap jenis pempek memiliki karakter rasa tersendiri, namun tetap mempertahankan ciri khas dasar dari adonan ikan dan cuko yang autentik.
4. Pengakuan Dunia terhadap Pempek
Dalam beberapa tahun terakhir, pempek kerap masuk daftar makanan terenak versi situs kuliner internasional seperti TasteAtlas dan CNN Travel. Bahkan, wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia menyebut pempek sebagai “hidden gem of Indonesian street food”.
Di luar negeri, banyak diaspora Indonesia yang membuka restoran khusus menjual pempek, terutama di negara seperti Australia, Belanda, Jepang, hingga Amerika Serikat. Popularitas pempek di luar negeri memperkuat posisinya sebagai kuliner global.
Kesimpulan
Pempek bukan hanya sekadar makanan khas dari Palembang, Sumatera Selatan, tapi juga merupakan simbol warisan budaya yang kaya dan membanggakan. Dengan cita rasa yang unik—berasal dari kombinasi adonan ikan dan kuah cuko yang khas—pempek berhasil menempati posisi sebagai salah satu makanan terenak di dunia.
Jejak sejarahnya yang panjang, dari masa Kerajaan Sriwijaya hingga pengaruh Tionghoa, menjadikan pempek sebagai bagian dari identitas kuliner Indonesia yang tidak bisa dilepaskan dari budaya lokal. Setiap jenis pempek menyimpan cerita, dan setiap sajian pempek adalah bukti kekayaan rasa dan kearifan lokal masyarakat Sumsel.
Kini, di tengah gempuran makanan modern dan kuliner asing, pempek tetap eksis bahkan mendunia. Baik disantap sebagai kudapan, oleh-oleh khas, hingga sajian utama di restoran mewah, pempek telah melampaui batas geografis dan menjadi kebanggaan nasional.
Jika Anda belum pernah mencobanya, kini saatnya merasakan sendiri kelezatan pempek — kuliner khas kerajaan yang kini mendunia.